Exercise in the Heat: Aklimatisasi Panas dan Startegi Hidrasi
Berbicara tentang olahraga dan hidrasi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Di satu sisi saat berolahraga, kita cenderung akan mengalami dehidrasi akibat keluarnya cairan tubuh untuk regulasi panas. Apalagi bila berolahraga di iklim Indonesia yang memiliki suhu rerata dan kelembaban yang cukup tinggi. Di sisi lain olahraga outdoorz semakin digemari oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu untuk mencegah cedera panas saat berolahraga, penerapan strategi hidrasi menjadi penting. Penelitian membuktikan bahwa dehidrasi/kekurangan cairan saat berolahraga akan berdampak pada performa dan risiko cedera. Kekurangan cairan sebesar 2% dari total berat badan selama berolahraga dapat menurunkan performa kapasitas fisik, mulai dari daya tahan jantung paru, kekuatan otot hingga daya tahan otot itu sendiri. Bukan hanya penurunan performa, namun terjadi pula peningkatan risiko cedera, baik cedera akibat panas maupun cedera muskuloskeletal.
Ketika kita berolahraga, cairan tubuh akan diekskresikan oleh sistem termoregulasi tubuh. Mekanisme evaporasi pada sistem integumen akan lebih mendominasi dibandingkan dengan sistem evaporasi respiratif. Hal ini dikarenakan permukaan kulit yang cukup luas untuk mendukung terjadinya evaporasi. Proses berkeringat oleh sistem termoregulasi dapat mulai berlangsung dalam hitungan menit setelah seseorang mulai untuk berolahraga. Onset untuk mekanisme ini dapat bervariasi dipengaruhi antara lain oleh temperatur kulit, status aklimatisasi dan juga status hidrasi.
Aklimatisasi panas adalah salah satu metode yang dapat berperan dalam menurunkan respon negatif biologis tubuh terhadap heat stress selama berolahraga. Aklimatisasi panas tersebut terjadi setelah melalui proses pajanan panas berulang, misalnya berolahraga dalam suhu panas. Dengan pajanan panas tersebut diharapkan terjadi adaptasi fisiologi di dalam tubuh untuk membantu menurunkan suhu tubuh sejalan dengan peningkatan isi sekuncup jantung, kecepatan keringat dan evaporasi keringat saat berolahraga. Pada umumnya diperlukan waktu sekitar 7-10 hari awal setelah pajanan panas mulai dilakukan untuk mengaktifkan aklimatisasi panas. Pajanan panas tersebut dilakukan dengan durasi dua jam (atau dua sesi satu jam) setiap harinya selama berolahraga dan tipe olahraga cardio/kebugaran jantung paru/aerobik akan lebih efektif dibandingkan dengan latihan kekuatan otot. Durasi dan intensitas olahraga juga perlu ditingkatkan secara berkala untuk membuat proses aklimatisasi panas menjadi lebih efektif.
Pada awal latihan fisik dalam suhu panas, strain fisiologis yang terjadi berada pada tingkat yang cukup tinggi dan juga disertai dengan manifestasi peningkatan suhu tubuh dan denyut jantung. Namun dengan beban latihan fisik/olahraga yang sama, strain fisiologis akan menurun dalam hitungan hari. Perbaikan respon denyut jantung, suhu tubuh dan kulit, serta kecepatan berkeringat dapat dicapai selama minggu pertama program aklimatisasi panas. Secara spefisik, menurut penelitian, denyut jantung adalah parameter aklimatisasi panas yang paling cepat berkurang, yaitu sekitar 4-5 hari. Seluruh proses penyesuaian respon tubuh dalam aklimatisasi panas akan dicapai dalam kurun waktu 10 hingga empat belas hari setelah eksposur panas. Namun perlu diingat bahwa proses toleransi fisiologis tetap membutuhkan waktu yang lebih lama.
Respon aklimatisasi panas merupakan respon sementara dan akan menghilang jika eksposur panas tidak dipertahankan. Manfaat dari aklimatisasi panas akan bertahan selama satu minggu, dan sekitar 75% manfaat akan berkurang secara bertahap dalam tiga minggu sejak penghentian eksposur panas terakhir. Intervensi suhu dingin selama 1-2 hari tidak akan mempengaruhi efek dari aklimatisasi panas. Dan perlu diperhatikan bahwa denyut jantung yang pada fase awal adalah parameter pertama yang mengalami penyesuaian, akan menjadi parameter awal yang hilang saat respon termoregulasi berkurang akibat penghentian proses aklimatisasi panas.
Telah disebutkan bahwa bukan hanya denyut jantung yang akan mengalami perbaikan selama proses aklimatisasi panas ini, berikut adalah beberapa parameter yang juga mengalami perbaikan dan penyesuaian, antara lain:
Respon perbaikan terhadap pajanan termal selama olahraga | Perbaikan yang berkaitan dengan performa olahraga |
Temperatur pusat tubuh berkurang | Perbaikan stabilitas kardiovaskular |
Perbaikan proses berkeringat | Denyut jantung menjadi lebih rendah |
Rerata denyut jantung meningkat | Tekanan darah dipertahankan lebih baik |
Perbaikan aliran darah kulit | Perbaikan respon rangsang haus |
Onset termoregulasi menjadi lebih cepat | Penurunan jumlah elektrolit yang hilang (keringat dan urin) |
Rerata metabolisme menurun |
Volume plasma darah meningkat, pertahanan tubuh terhadap panas membaik. Perbaikan toleransi terhadap suhu panas |
Tabel 1. Dampak aklimatisasi panas terhadap tubuh.
Perlu diketahui bahwa, kita dapat memperoleh manfaat dari aklimatisasi panas, antara lain mekanisme keseimbangan cairan dan hidrasi yang akan berperan dalam penyesuaian kerja antara rangsang haus dan kebutuhan cairan tubuh akan menjadi lebih akurat. Kapasitas jumlah total cairan tubuh dan volume darah juga akan meningkat pada proses aklimatisasi panas tersebut. Namun pada fase awal aklimatisasi panas, proses berkeringat akan mulai lebih cepat pada suhu tubuh yang lebih rendah. Hal tersebut membuktikan bahwa ambang suhu menjadi lebih rendah dan individu tersebut akan sudah mulai kehilangan cairan. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh akibat proses berkeringat ini, maka perlu strategi hidrasi yang akurat dan optimal.
Beberapa prinsip dasar yang dapat kita pegang untuk strategi hidrasi dalam latihan fisik selama aklimatisasi panas antara lain dengan memantau status hidrasi menggunakan parameter yang mampu laksana; menerapkan rekomendasi hidrasi yang optimal; serta memiliki pengetahuan yang baik mengenai manfaat hidrasi. Pemantauan status hidrasi selama latihan fisik dapat dilakukan dengan mempertahankan kehilangan berat badan kurang dari 2% saat dan setelah latihan fisik dibandingkan dengan berat badan sebelum latihan. Selain penimbangan berat tubuh sebelum dan setelah berolahraga, pemantauan status hidrasi dapat dilakukan dengan metode-metode lain, yaitu memerhatikan warna urin saat berkemih hingga mengukur berat jenis urin menggunakan alat refraktometer. Dari berbagai macam metode tersebut, setiap metode memiliki kelebihan dan keterbatasan masing-masing sehingga belum dapat disimpulkan metode yang terbaik yang menjadi rekomendasi. Hal yang perlu kita perhatikan terhadap keadaan tersebut adalah memilih metode yang paling sesuai dan mampu laksana untuk diterapkan.
Beralih ke penerapan hidrasi, selain berpatokan pada berat tubuh, kita juga disarankan untuk menerapkan rekomendasi minum sebelum, selama dan setelah berolahraga. Salah satu rekomendasi minum saat berolahraga yang dapat digunakan adalah rekomendasi minum yang dikeluarkan oleh National Athletic Trainer Assosiation. Untuk memastikan hidrasi yang baik, seseorang yang akan melakukan olahraga intens sebaiknya minum sebanyak 500 hingga 600 mL air atau cairan isotonik 2-3 jam sebelum latihan fisik dan 200-300 mL sekitar 10-20 menit sebelum sesi latihan fisik dimulai. Penggantian cairan tubuh seharusnya sebanding dengan keringat dan urine yang keluar saat latihan fisik dan mempertahankan persentase cairan tubuh agar tidak terjadi dehidrasi lebih dari 2%. Oleh karena itu dibutuhkan cairan sekitar 200-300 mL setiap 10-20 menit.
Pada aklimatisasi panas, dikarenakan suhu lingkungan yang tinggi saat berolahraga, kita akan memerlukan jumlah cairan yang lebih banyak sehingga rekomendasi kebutuhan cairan tersebut harus dipenuhi terlebih dahulu dan disarankan untuk menambah jumlah cairan berpatokan dengan berat badan. Perlu diperhatikan pula bahwa kebutuhan cairan juga sangat bervariasi setiap individunya. Rekomendasi individual dapat dihitung berdasarkan kecepatan berkeringat, jenis olahraga yang dilakukan dan toleransi individu. Mempertahankan status hidrasi pada atlet yang memiliki rerata berkeringat tinggi, akses untuk cairan hidrasi yang cukup sulit dan intensitas latihan yang tinggi menjadi sulit sehingga memerlukan usaha yang lebih untuk meminimalkan dehidrasi.
Akhir kata, ketika Anda akan melakukan olahraga di tempat yang memiliki suhu lebih dari rerata suhu sehari-hari Anda, sangat disarankan untuk melakukan program aklimatisasi panas dan penerapan strategi hidrasi yang akurat dan optimal. Luangkan waktu persiapan hingga dua minggu sebelum puncak kegiatan untuk program aklimatisasi panas sehingga tubuh Anda dapat terbiasa dengan keadaan tersebut. Dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut maka faktor risiko terjadinya cedera akibat panas dapat dikendalikan dan berkurang. Konsultasikan kepada dokter apabila Anda memiliki masalah kesehatan sebagai faktor penyulit dalam berolahraga atau Anda masih ragu dengan keadaan Anda saat ini. Siapkan tubuh dan botol minum Anda, dan marilah berolahraga sekarang!
- Nichols AW. Heat-related illness in sports and exercise. Curr Rev Musculoskelet Med 2014;7:355-65
- Armstrong LE, Casa DJ, Millard-Stafford M, Moran DS, Pyne SW, Roberts WO. American College of Sports Medicine position stand: Exertional heat illness during training and competition. Med Sci Sports Exerc 2007;39:556-72
- Arsali, Satya OC, Supardi PI. Coefficient determinations for calculations of daily mean air temperature in Palembang climatological station. J Meteorol dan Geofis 2015;16:37-45
- Wati T, Pawitan H SA. Depedence of evaporation on meteorological variable at different time-scales. J Meteorol dan Geofis 2015;16:155-65
- Casa DJ, Armstrong LE, Hillman SK, et al. National Athletic Trainers’ Association position statement: fluid replacement for athletes. J Athl Train 2000;35:212-24
- Farrel PA, Joyner MJ, Caiozzo VJ. ACSM’s advanced exercise physiology. Second edition. Wolters Kluwer; 2012;423-31
- Pryor RR, Casa DJ, Holschen JC, O’Connor FG, Vandermark LW. Exertional heat stroke: strategies for prevention and treatment from the sports field to the emergency department. Clin Pediatr Emerg Med 2013;14:267-78